bukan ftv

“Mas Rian kenapa sih? Mana remote-nya. Dibilangin ini bagus kok.” Tia, adikku, merebut remote tv dari tanganku. “Bagus apanya? Gak real!” Kataku kesal.

Tia menonton bukan untuk membunuh bosan sepertiku, mengerjakan tugas adalah satu- satunya aktifitasnya di kontrakan yang tidak berada di depan tv. Salah satu favoritnya adalah ftv dengan judul- judul  aneh dan cerita yang hampir seragam, sebut saja Cinta Dalam Sekotak Martabak Manis, Cintaku Nemplok di Angkot, dan yang paling aneh adalah judul hari ini : Pacarku Tukang Susu. Astaga.. Itu judul apaa? Aku meringis sendiri.

“Mas Rian kenapa?” Tia menatapku heran. Aku mengibaskan tangan dan pergi keluar. “Mas Rian, Tia nitip anggur merah sama jeruk ya..” Iya, jawabku setengah berteriak.

Sudah sebulan ini aku langganan dengan pedagang buah di depan pasar. Mulanya karena buahnya memang lebih segar daripada yang lain, tapi belakangan anak penjual buah itu sedikit mencuri perhatianku. Ketiga kalinya saat aku bertemu dengannya, ia melirik tajam saat aku sengaja mengambil jeruk atau salak, untuk taster kataku. Berbeda dengan kedua-orang tuanya, ia menjawab judes dan kesal saat aku sengaja menawar harga buahnya atau sekedar minta diskon. 

Ah.. Ternyata ia sendirian, ia tampak asyik menunduk di tempatnya duduk tanpa menyadari keberadaanku. “Mbak..” Ia menoleh kaget, kemudian meletakkan sebuah buku tebal di meja di hadapannya. Entah kenapa aku merasa lega, tadinya ku kira ia sedang menulis sms atau membaca sms dari seseorang. Oh.. Memangnya apa urusanku? Aku mendengus kesal.

“Novel ya Mbak?” Tanyaku berusaha memancing keakraban, ia hanya tersenyum sekilas kemudian memandang seorang Ibu yang baru saja datang. “Jeruknya delapan belas ribu Bu.” Aku menunggu.

“Anggur Mbak, sekilo.” Kataku saat akhirnya ia menoleh lagi. Ia berbalik untuk mencari- cari sesuatu, gunting mungkin. Jaket yang ia kenakan bertulis nama sebuah universitas berikut lambangnya. Saat ia selesai membungkus anggur yang telah ditimbang, aku bertaruh terakhir kali untuk mengajaknya ngobrol, “Mbak kuliah di unair?” Ia tersenyum, kemudian mengangguk. “Masnya di unair juga?”

“Oh.. Tidak, tetangganya. Itu liat jaketnya tadi soalnya ada tulisan unair.”

Berhasil! Selanjutnya mulailah obrolan singkatku dengannya. Ia kuliah semester akhir dan sedang skripsi sama sepertiku, hanya saja aku semester sepuluh. Kami juga sempat berjabat tangan dan saling menyebutkan nama. Aku selesai mencatat nomor ponselnya saat pembeli lain datang dan memaksaku pamit pulang.

***

Dua minggu kemudian.

“Mas Rian? Kenapa senyum- senyum sendiri? Jatuh cinta ya?” Tia duduk di sebelahku saat aku meletakkan ponsel. Sepertinya sedari tadi dia menunggu kesempatan untuk mengajakku ngobrol.

“Diam berarti setuju. Ciiee… Mas Rian jatuh cinta sama siapa?” Ia merebut ponselku. Aku berusaha mengambilnya namun terlambat.

“Hahaha..” Ia tertawa puas, kemudian menatap beberapa kilo anggur yang kubeli setiap malam tergeletak di meja karena kulkas mini di kontrakan kami telah penuh dengan anggur pula. “Sekilo cinta di anggur amerika!” Katanya sok puitis. Tawanya pun pecah saat ia berlari menghindari bantal yang ku lempar.

**Hehe.. Akhirnya jadi juga, setelah sekian lama hilang mood nulis yang bahagia- bahagia. 🙂

8 thoughts on “bukan ftv

Leave a reply to tuaffi Cancel reply