Pengalaman SC Putra Pertama

Agustus tanggal 28, 2017. Matahari belum terbit, sedang saya, suami, ibu, dan bapak sudah tiba di UGD RSIA Muslimat Jombang. Proses pendaftaran dan semua- semua diurus suami, saya langsung diminta ganti baju untuk selanjutnya dilakukan tindakan pra operasi. 

Yes, putra pertama saya lahir dengan operasi sesar karena diagnosa sempit tulang pinggul dan berat bayi cukup besar. Operasi ini direncanakan, diminta dokter untuk pilih tanggalnya. Hehe. Jadi saya tidak merasakan nikmatnya proses pembukaan dan sebagainya.

Suster masuk bilik, memeriksa denyut jantung bayi sekaligus riwayat kesehatan saya. Lanjut dengan mencukur rambut kemaluan dan pasang infus. Semuanya saya terima dengan sadar dan tenang, malah saya lihat langsung proses jarum masuk ke kulit, yang ternyata tak sesakit seperti dalam bayangan. Hehe. Setelahnya, masih sempat bercanda sama suami. Sesekali ketawa, meskipun harus ditahan- tahan karena sebelah kanan kiri ada ibu yang sedang berjuang melewati kontraksi demi kontraksi. 

Nggak lama, suster datang lagi menjelaskan prosedur pembiusan dan tanda tangan persetujuan. Lanjut dengan menyuntikkan cairan anti mual ke infus dan suntik alergi di lengan (itu juga saya lihat langsung.) 

“Nanti kalau bagian yang dilingkari terasa

gatal, merah, atau panas terbakar, lapor ke suster ya Bunda,” suster bilang. Syukur sampai menjelang operasi dan di cek ulang tidak ada gejala seperti itu. 🙂

Satu persatu bilik UGD kosong hingga tiba giliran saya. Suami bilang : banyak berdoa, nggak usah takut. Padahal, yang aslinya takut si mas, semalaman nggak bisa tidur. Saya tenang- tenang saja, tentu ini proses yang panjang untuk merasakan perasaan itu (lain hari pengen ceritain prosesnya juga.)

Saya duduk di kursi roda didorong suami, ditemani ibuk dan suster naik ke lantai 2. Masuk ruang operasi, hanya saya dan suster saja. Disitu saya mual, mas perawat tanya, “kenapa bunda?” Jawaban saya, “laper banget mas, saya puasa dari jam 10 malam.” 😀

Pindah ke kasur yang buat operasi. Denyut nadi di periksa, semuanya normal. Dokter anastesi (sebut saja dr X, karena saya nggak tahu namanya) di sebelah kanan terus ngajak saya ngobrol sambil perawat entah memasukkan cairan apa ke infus di tangan kiri. Kemudian saya dibaringkan miring dan menekuk badan sampai lutut ketemu kepala. Dr X mulai mendaratkan dua suntikan di punggung bawah.

Kaki mulai kesemutan dari bawah merambat sampai perut. Dua tangan saya direntangkan, dipasang kateter (alat bantu pipis), dan pembatas dari kain di perut. Dr X dan dr Iwan (spesialis kandungan) sudah siaga di posisinya. Perawat membacakan data diri saya, juga nama- nama dokter dan perawat yang bertugas dilanjut dengan doa dipimpin dr X juga.

Operasi dimulai. Saya sadar, sesekali masih diajak ngobrol. Kondisi saya terus dilaporkan, tekanan darah dan denyut jantung. Gemerincing bunyi gunting dan suara ‘krek krek’ bikin merinding. Semuanya masih terekam jelas di kepala. Saya merasa mual sekali lagi bahkan hingga pengen muntah, barangkali saat itu perut saya sudah dibedah- bedah. Hehe.

“Loh, ya kan..” Dr Iwan tiba- tiba memekik membuat mual saya hilang berganti tegang. “Coba dibantu dengan nafas perut Bunda. Hitungan ke 3, 1.. 2.. 3..” 

Saya mencoba. Tapi bahkan tidak bisa merasakan perut saya. Begitu sampai beberapa kali. Akhirnya, perawat maju dengan instruksi dokter mendorong dari atas. Tak lama, tangisan bayi terdebgar. Kencang sekali. Saat itu juga air mata meleleh. 

“Selamat Bunda, laki- laki ini. Semoga jadi putra yang soleh, jadi anak yang berbakti sama orang tua.” saya mengamini. Haru itu bahkan masih terasa setiap kali menatap anak tertidur lelap di gendongan. 🙂

Si adek dibawa dr Retno (spesialis anak) untuk diperiksa kesehatannya. Dua dokter masih sibuk dengan perut saya masi sambil sesekali ngajak ngobrol. “Kemarin usg cowok apa cewek Bund?” 

“Cowok, pak dokter.”

Dr Retno kembali masuk membawa anak saya yang sudah ditimbang, diukur, dan diperiksa kesehatannya. 

“Putranya sehat Bunda, monggo dicium dulu.” Sambil mendekatkan pipi si adek ke bibir saya. Air mata meleleh lagi. Kemudian mulai imd (inisiasi menyusui dini), hisapan pertamanyapun masih saya ingat rasanya. 🙂

Operasi selesai dengan membacakan kembali riwayat berjalannya operasi, dibacakan pula kondisi kesehatan saya, dan si adek. Kemudian ditutup dengan doa. Saya dipindah ke ruang lain. Di sampig kanan kifi berbaring juga ibu- ibu setelah nelahirkan. Saya lihat jam, pukul 8.20. Artinya, operasi hanya berlangsung sekitar 15 menit. 😀 kemudian saya lelap.

Bangun sudah jam 11 an saat suami masuk dengan wajah cemas. “Adek tidur terus, aku kuatir dari tadi kok nggak sadar- sadar. Yang lainnya sudah bangun kok adek nggak.” 😀 

(… bersambung)

12 thoughts on “Pengalaman SC Putra Pertama

  1. Alhamdulillah, bertambah lagi anggota keluarga mbak Tuaffi, tak lupa saya mendoakan:

    بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي المَوهُوبِ لَكَ , وَشَكَرْتَ الوَاهِبَ , وَبَلَغَ أَشُدَّهُ , وَرُزِقْتَ بِرَّهُ

    “Semoga Allah memberkahi anak yang dianugerahkan kepadamu, semoga kamu bisa mensyukuri Sang Pemberi (Allah), semoga cepat besar dan dewasa, dan engkau mendapatkan baktinya si anak.”

    Semoga menjadi anak yang Sholeh, berbakti, cerdas dan memberikan manfaat untuk sesama.

^^Siilahkan berKomentar.. ^^