Kok Belum Bisa Ngomong?

Saat A usia 15 bulan saya akhirnya belajar tentang apa, mengapa, dan bagaimana speech delay. Sebelumnya, saya curhat sana sini, di whatsapp grup ini itu, kenapa A belum juga mengoceh? Bahkan panggil mama pun belum. Padahal milestone perkembangan bahasa di usia ini harusnya sudah bisa mengucapkan 4- 5 kata. Jawaban yang saya dapat selalu sama : sering- sering bacain cerita dan ajak ngobrol, yang sejujurnya sudah selalu saya lakukan. Hingga semua orang yang mengenal saya sepakat, bahwa saya jadi banyak ngomong, cerewet malah, sejak ada A.

Berulang kali dibesarkan hatinya oleh keluarga, β€œyang penting kan kalau dipanggil nyahut. Kalau diperintah tanggap. Ditanyain, tahu maksudnya.” Ditambah : anaknya orang bisa ngomong ya mestinya bisa ngomong. Dan lagi riwayat adek saya yang juga terlambat ngomong hingga usia 2 tahun, bikin saya abai dan makin terlena.

Hingga suatu hari saya baca tentang betapa kompleksnya seseorang untuk bisa mengeluarkan suara. Mengajak ngobrol dan bercerita adalah proses input data. Bila tidak ada hambatan pada kognitifnya, anak yang sering diajak ngobrol, kemampuan bahasa reseptif-nya, kata yang dimengerti, bagus. A mengerti instruksi sederhana. Misal : buang bungkusnya di tempat sampah. Itu bisa dia lakuin. Perintah untuk tunjuk anggota tubuh juga lancar. Mengenali orang, juga oke. Nah, bisa saya simpulkan A tidak memiliki ganguan kognitif.

Continue reading

Welcome Back!

Halo halo halooo… Lama ndak nulis. Kangen? Banget! Tapi, entah kenapa kalau udah depan laptop, mau nulis tuh malesnya luar biasa.

Sibuk apa? Angon anak. Kayaknya baru kemarin hamil, lahiran, bisa jalan, eh tau- tau sudah 2 tahun aja. Makin pinter semuanya. Dan makin menguji kesabaran.

Dulu, seneng buka- buka wordpress app di hape buat nulis. Sekarang udah kayak- kayak ndak ada waktu. Sibuk di grup wa ibu- ibu. FYI, saya join beberapa support grup ibu- ibu, dua diantaranya jadi adminnya. Hmm… ternyata begini rasanya.

Jadi ya gitu lah, pas nganggur mikirnya : materi apa ya buat jadwal jaga minggu depan supaya ndak krik krik. πŸ˜€ Kalau sudah nemu materinya, cari di IG orang yang kompeten di bidang tersebut. Lanjut PDKT in lewat DM. Kalau cocok ya undang ke grup, kalau ditolak ya cari orang lain. Begitu terus. Maklumlah, ini kan grup wa non profit jadi ndak bisa ngasih feedback berupa materi.

Continue reading

Cerita MPASI si A

Sepanjang masa A MPASI, A relatif tanpa keluhan alergi atau pilih- pilih makanan. Kalau dirunut dari awal, memang sejak hamil dan menyusui saya makan tanpa pantangan. Lagi- lagi saya bersyukur berada di tengah- tengah keluarga dan suami yang berpikiran terbuka. Jadi kalau ada nasehat ini itu dari kanan kiri, langsung  wa Dokter dan Bidan, tanya dulu. πŸ˜€ Atau cepetnya,  konsul sama mbah gugel.

Masa MPASI A tiba pada usia 5 bulan 11 hari. Tadinya was- was karena belum 6 bulan tapi Bidan bilang β€œGak apa- apa Bund, A sudah butuh, kuatirnya malah telat.” Dan saya yang kurang pengalaman sekaligus tidak memiliki ketrampilan memasak, pasrah menu pertamanya diracik Yangti-nya. Menu pertama A sangat tidak instagrammable, tidak layak dipamerin, dan beresiko dihujani komentar netijen. Apakah itu? Bubur diublek sama kuning telur. Saya aja nggak bisa makan saking amisnya, gitu kok dikasih ke anak. 😦 Maaf ya A.

Dari rasa bersalah itu, hari berikutnya saya buatkan bubur yang memenuhi 4 bintang ditambah lemak tembahan. Seminggu kemudian, saya beralih ke bubur homemade pinggir jalan. Hehe. Why? Lebih praktis dan hemat. Rasanyapun enak dan menunya ganti terus tiap hari. Lagipula penjualnya banyak, jadi seminggu beli di merk ini, minggu depan disana, dan seterusnya. πŸ˜€ Itupun nggak lama. A delapan bulan, kalau siang dan malam sudah makan menu rumah yang disaring. Paginya? Ya teteuupp ke langganan tapi sudah naik tekstur ke nasi tim. Hihihi.

Continue reading

Ilmu Menggendong dari KBW

Dari sekian banyak grup whatsapp parenting yang saya ikuti, KBW (Kediri Babywearers) adalah salah satu yang terfavorit. Meski A sudah jarang minta gendong, saya tak pernah terpikir untuk keluar grupnya. Hehe. Apalagi sekarang makin banyak yang dibahas, review alat make up misalnya. πŸ˜€

Saya gabung komunitas ini sejak A dua bulan. Ilmu menggendong dengan SW (Stretchy Wrap), jarik yang disimpul jangkar, lanjut pakai ring, dan berakhir di onbuhimo saya pelajari dari senior di KBW. Ditambah ilmu pakai WW, mehdai, hip seat, SSC, juga beragam gendongan lain yang sering dibahas di grup dan bisa dicoba saat kopdar sungguh tak ternilai harganya. Kadang malah jadi ratjun untuk beli- beli. Hehe.

Awal- awal dulu, kalau lihat orang yang tidak ‘sealiran’ saya masih sering mbatin, “ih ibu itu kok pakai jariknya begitu ya? Gak kasihan apa sama anaknya kan nanti hip dyplasia. Kan itu alat kelaminnya kegencet. Kan itu bikin over stimulus. Kan itu nggak ergonomis, bahaya, dan blah blah blah.” Lambat laun perasaan begitu sangat menyiksa hati. 😦

Continue reading

Bebersih Itu Menyenangkan

Upaya untuk mengenalkan pada A bahwa bersih- bersih itu menyenangkan saya mulai sejak dia bisa jalan. Sengaja pilih waktu beberesnya saat A bangun agar dia turut familiar dengan pekerjaan rumah tangga, seperti bapaknya. Dan sebagai rasa terimakasih kepada ibu mertua, kebiasaan ini pun seharusnya diteruskan ke cucunya. πŸ˜€ (Padahal ini mah alasan supaya bisa tidur saat bayi tidur.)

Misalnya, sewaktu ganti sprei. A mindahin bantal dan guling dari kasur ke lantai tempat saya ngganti sarungnya. Ntar dia lagi yang balikin ke kasur. Tentu saja nggak sempurna. Dari 4 pasang bantal dan guling, paling betahnya cuman 3 atau 4 biji saja, awalnya. Eh.. lama- lama bisa semua.

Atau saat saya menyapu, A juga pegang sapu. Begitu pula saat ngepel dan ngelap. Ribet? Iya dong. Bikin ruwet dan tentunya makin lama. Tapi, molornya paling 5 – 15 menit. Dan apa yang A dapat? Buanyaaak. Salah satunya, barangkali mindset bahwa kegiatan beberes rumah sama sekali bukan beban – yang sejujurnya ibunya nggak punya (mindset itu).

Continue reading